Membandingkan Muhamad dengan Nabi-Nabi Sebelumnya

 

 

Hanya beberapa tahun yang lalu, tidak biasanya kita menemui orang muslim di Amerika kecuali dalam lingkungan pendidikan. Kini, makin banyak orang muslim yang datang kemari untuk pendidikan, bisnis, dan dakwah (penyebaran agama). Dengan bertumbuhnya agama Islam di Amerika, maka perlu kiranya bagi umat Kristen untuk mengetahui hal-hal dasar mengenai Islam sebagai agama dan para Muslim sebagai pemeluknya. Untuk tujuan ini, kita akan mempelajari Muhamad, pendiri agama Islam yang lahir kira-kira tahun 570 sesudah Masehi di kawasan yang kini kita kenal sebagai Arab Saudi. Muhamad mengaku bahwa Jibril (Gabriel) menyuruhnya untuk berkata-kata dan mengutus Muhamad sebagai nabi Allah.

 

Hal pertama yang harus kita ketahui adalah pribadi Muhamad. Muhamad mengaku sebagai nabi yang memberi peringatan kepada para penyembah berhala di masanya. Selain itu, Muhamad juga mengaku bahwa ia adalah ‘nabi terakhir’ setelah Musa, Nuh, Abraham, Ismail, Daud, dan Sayidina Isa . Jika saja Muhamad tidak menyamakan dirinya dengan nabi-nabi sebelumnya, maka tidaklah sulit untuk menilai kenabian Muhamad. Namun, karena Muhamad mengaku berasal dari tradisi kenabian masa lampau, kita melihat banyak masalah bermunculan.

 

Pertama, para nabi di Perjanjian Lama selalu memanggil umat Israel untuk kembali kepada hukum Taurat dan Perjanjian. Ini adalah tema utama bagi para nabi. Bacalah kitab nabi manapun dalam Perjanjian Lama, Anda akan menemukan tema ini: memanggil umat yang telah sesat untuk kembali menyembah kepada Yahweh, sang Pencipta dan Penyelamat. Muhamad jelas tidak sesuai dengan panggilan ini. Ia tidak memanggil umat untuk kembali kepada hukum Taurat dan Perjanjian yang telah diberikan Tuhan sendiri, melainkan menggantinya dengan kata-katanya sendiri. Firman Tuhan yang datang sebelumnya dipandang penting hanya jika dapat dipergunakan untuk mendukung pesan Muhamad yang menurut pengakuannya tidak saling bertentangan.

 

Kedua, para nabi sebelum Muhamad tidak mengambil tindakan untuk menghukum umatnya. Jika kita baca kitab nabi Yeremia, nabi Yesaya, atau nabi Amos, ada nubuat bahwa Yahweh sendiri yang akan menghukum umatnya yang tidak percaya. Yeremia menyatakan bahwa Tuhan memakai kerajaan Babilonia untuk menghukum umat Israel. Yeremia tidak membentuk pasukan pribadi lalu main hakim sendiri. Anehnya, Muhamad justeru melakukan hal ini! Bertentangan dengan Muhamad, tidak ada nabi Perjanjian Lama yang menyatakan jihad. Tidak ada jihad melawan Mesir, jihad melawan Babilonia, jihad melawan Yunani, atau melawan siapapun.

 

Ketiga, para nabi dalam Perjanjian Lama hidup dalam kesusahan. Mereka diasingkan, dihina, dianiaya, bahkan dibunuh. Tidak ada satu pun nabi yang berusaha membela dirinya atau melawan. Kebalikannya, Muhamad tidak membiarkan dirinya diasingkan. Ia tidak mengijinkan adanya oposisi. Dan ini dilakukannya melawan pribadi maupun kelompok. Sebagai contoh, seorang Yahudi bernama Ka’b Ibn Al-Ashraf menulis sajak-sajak yang mengkritik Muhamad. Maka suatu hari Muhamad berkata, ”Siapa yang akan menyingkirkan Ka’b bagiku?” Lima pengikut, termasuk Muhamad Ibn Maslama memancing Ka’b untuk keluar rumah, kemudian mereka memenggal kepalanya. Mereka membawa kepala Ka’b kepada Muhamad sambil berteriak, “Allahu Akbar!” dan Muhamad menyetujui tindakan tersebut.[1]

 

Tapi yang lebih parah, adalah yang menimpa orang-orang Yahudi yang tinggal di Medinah dan kota-kota sekitarnya. Di tahun ketujuh masa kekuasaan Muhamad, sebuah kampanye dilancarkan untuk melawan orang-orang Yahudi di Khaibar. Di Medinah, Muhamad dengan keras membungkam orang-orang Yahudi yang mengkritiknya. Umat Yahudi mempertanyakan pemahaman Muhamad mengenai kitab-kitab Perjanjian Lama karena bagi mereka, pemahaman Muhamad sungguh amat dangkal. Padahal Muhamad mengatakan bahwa kitab-kitab Perjanjian Lama harus dibaca dan dihormati.[2] Kasus pertama menimpa sebuah suku Yahudi yang disebut Banu Kainuka. Seorang Yahudi menjahili seorang perempuan Arab, sehingga ia dibunuh oleh seorang Muslim. Banu Kainuka kemudian balas membunuhnya. Setelah insiden tersebut, Muhamad memerintahkan untuk menahan orang-orang Yahudi dan mereka diharuskan menyerahkan semua harta benda, kemudian mereka diizinkan mengungsi ke Siria.

 

Kaum laki-laki dari Banu Kainuka bernasib malang. Mereka tidak mendukung Muhamad saat ia mengepung kota Medinah. Sebagai konsekuensi, seluruh laki-laki dari suku ini dihukum mati, sedangkan para perempuan dan anak-anak dijual sebagai budak. Ada lebih dari 600 laki-laki suku Kainuka yang dibantai. Andrae menyinggung hal ini dalam komentarnya mengenai karakter Muhamad,”Seorang harus menilai kekejaman Muhamad terhadap orang Yahudi sebagai akibat dari penolakan mereka yang menimbukan kekecewaan terbesar dalam hidup Muhamad, dan pada saat itu, mereka merupakan ancaman yang dapat menghancurkan otoritas kenabian Muhamad.”[3]

 

Muhamad dikritik orang Yahudi dan orang Mekah karena ia tidak dapat menunjukkan mujizat-mujizat seperti nabi-nabi sebelumnya. Muhamad menunjuk Qur’an sebagai suatu mujizat. Karena Qur’an menyuruh kita untuk merujuk kepada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kita menemukan perbedaan mendalam antara kenabian Muhamad dengan yang dikatakan Kitab Suci mengenai keaslian seorang nabi. Kita lihat sebuah ayat yang sering digunakan umat Muslim untuk membuktikan kenabian Muhamad. Dalam kitab Ulangan 18:15, Musa menyatakan:

 

Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan.

 

Dari ayat ini saja, jelas-jelas dinyatakan bahwa nabi tersebut haruslah dari umat Israel sendiri! Tapi marilah kita lanjutkan ke ayat 21 dan 22:

 

Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN? Apabila seorang nabi berkata demi nama TUHAN dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya.

 

Jika kita membaca kisah para nabi di Perjanjian Lama, mereka menubuatkan kejadian-kejadian yang akan terjadi dalam waktu dekat maupun masa yang masih jauh. Sebagai contoh, nabi Yehezkiel menyatakan bahwa Yerusalem akan runtuh saat ia menjadi tawanan di Babilonia. Hal yang sama bahkan telah dinyatakan oleh nabi Yeremia, saat ia berada di Yerusalem, jauh hari sebelum keruntuhannya, namun cukup dekat sehingga pada masa itu orang dapat melihat nubuat tersebut memang berasal dari Tuhan karena menjadi kenyataan. Nabi Amos menubuatkan bencana gempa bumi yang memang terjadi dua tahun kemudian. (Amos 1:1)

 

Para cendekia Muslim mengatakan bahwa Sura 44:9-16 menubuatkan kekalahan orang-orang Mekah. Tapi pembacaan yang jujur menunjukkan bahwa itu merujuk pada hari penghakiman terakhir:

 

Tetapi mereka bermain-main dalam keragu-raguan. Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah azab yang pedih. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, lenyapkanlah dari kami azab itu. Sesungguhnya kami akan beriman." Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: "Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila. Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). (Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan.

 

Nubuat-nubuat lain yang dirujuk oleh cendekia Muslim bersifat sangat umum, sehingga tidak sebanding dengan nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang sangat spesifik. Sura 13:8, 14:24, dan 8:36 menubuatkan kemenangan Islam, ketetapan ajarannya dan pertumbuhan kekuasaan Islam awal. Dalam membaca ayat-ayat tersebut kita menemui rujukan pada penghakiman terakhir, hukuman dan penderitaan dalam neraka, juga pada bagian terakhir sebuah komentar mengenai kemenangan dalam pertempuran Badr, setelah kejadiannya. Ada semacam kontradiksi antara Qur’an dengan cendekia Muslim. Qur’an hanya menyatakan Muhamad sebagai pemberi peringatan, tetapi para cendekia terpaksa menyediakan semacam mujizat nubuat atas tuntutan orang Mekah terhadap kenabian Muhamad.

 

Keempat, ada masalah besar bagi non-Muslim yang ingin mengevaluasi kenabian Muhamad. Ini menyangkut kredibilitas dan kejujuran. Adalah sebuah aksioma bahwa Muslim menerima Qur’an sebagai benar dan Muhamad sebagai orang yang jujur. Seorang nabi sudah sepantasnya menyatakan kebenaran. Nubuat para nabi Perjanjian Lama terbukti benar, tetapi apa yang mereka nyatakan mengenai masa lalu pun adalah benar. Di mana masa lalu dirujuk dalam Perjanjian Lama, rujukannya benar dan sesuai dengan kenyataan dan sejarah. Di lain pihak, ada rujukan-rujukan dalam Qur’an yang dianggap benar, namun pada kenyataannya salah. Haruskah kita percaya kepada Muhamad apabila catatan sejarah berlawanan dengan apa yang disampaikannya?

 

Ambil sebagai contoh Sura 5:110:

 

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhulkudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israel (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata."

 

Di sini kita mendapatkan fakta dan fiksi tercampur-aduk. Orang Kristen tidak menerima injil palsu yang menceritakan Sayidina Isa membuat burung dari tanah liat kemudian membuatnya hidup. Injil-injil palsu bermunculan lebih dari seratus tahun setelah Sayidina Isa . Injil-injil tersebut adalah fiksi yang muncul karena keingintahuan orang mengenai masa-masa hidup Sayidina Isa yang tidak dicatat dalam Injil sejati. Injil Yohanes menyatakan bahwa mujizat pertama Sayidina Isa adalah mengubah air menjadi anggur dalam sebuah perjamuan pernikahan di Kana. Ini mungkin mengejutkan bagi pemikiran Muslim, tapi kenyataannya anggur adalah bagian hidup sehari-hari di Israel.

 

Contoh lain adalah rujukan mengenai penyaliban Sayidina Isa . Sura 4:157:

 

dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.

 

Ada beberapa penjelasan menarik tentang mengapa Muhamad membuat pernyataan di atas, tetapi fakta sejarah membuktikan kesalahannya. Apa yang tertulis dalam Injil, maupun catatan sejarah Yahudi maupun non-Yahudi memperkuat fakta bahwa

Sayidina Isa memang disalib. Ajaran Gereja awal dan tradisi orang Kristen mendukung bahwa Sayidina Isa benar-benar disalib dan kemudian bangkit dari kematian. Muhamad ternyata tidak termasuk dalam kelompok ini. Pada masa kini memang ada orang yang menolak kebangkitan Sayidina Isa karena filsafat duniawi mereka, tetapi mereka sama sekali tidak menyangkal bahwa penyaliban Sayidina Isa benar terjadi.

 

Satu lagi contoh kesalah-pahaman atau ketidaktahuan Muhamad adalah mengenai Tuhan sendiri.Sura 4:171 menyatakan:

 

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan Kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan Roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.

 

Penolakan Muhamad terhadap Sayidina Isa sebagai Anak Allah mencerminkan ketidakpahaman Muhamad akan konsep Trinitas. Jika Tuhan Maha Pengasih, maka siapa yang dikasihi Tuhan sebelum penciptaan alam semesta? Kasih bersifat dua arah. Pemahaman monotheistik Trinitas mencerminkan ke-Esaan Tuhan di mana Allah Bapa yang kekal, mengasihi Anaknya yang kekal, dan Roh Kudus yang kekal. Jika kita membaca Injil, kita tidak dapat menghindar dari kesimpulan bahwa Sayidina Isa adalah Anak Allah yang kekal, telah menjadi manusia dalam daging sebagai satu-satunya penebus umat manusia.

 

Kita bisa menarik kesimpulan mengenai Muhamad sebagai nabi Allah. Bisa saja kita menyimpulkan bahwa Muhamad benar sedangkan seluruh dunia salah, tetapi fakta sejarah berkata lain. Kita bisa menyimpulkan bahwa pesan Muhamad berasal dari ‘Allah’, namun bukan dari Yahweh. Kita bisa menyimpulkan bahwa Muhamad mendapatkan informasi yang salah, namun menggunakannya tanpa menyadarinya. Mungkinkah Tuhan menyalahi pesan yang Ia berikan sebelumnya? Orang Kristen percaya bahwa Yahweh Maha-tahu dan konsisten. Ia tidak mungkin merubah isapan jempol menjadi fakta.

 

Tujuan mujizat nubuat dalam Perjanjian Lama adalah membuktikan bahwa Yahweh sendiri adalah yang Tertinggi. Tidak ada gunanya bagi nabi Yesaya untuk berkata, “Tidak ada tuhan selain Yahweh, dan Yesaya adalah rasulnya.” Tidak ada yang meragukan bahwa Yesaya, Amos, Elia, atau Yehezkiel adalah nabi. Mereka memang ditentang, namun pada akhirnya pemenuhan nubuat membuktikan bahwa pesan mereka memang berasal dari Yahweh. Mereka tidak perlu pengakuan orang lain bahwa mereka adalah utusan dari Tuhan.

 

Nah, kesimpulan ini dapat diterima oleh non-Muslim, tetapi jawaban orang Muslim adalah bahwa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru telah dirubah oleh orang Yahudi dan Kristen. Ini adalah tuduhan tak berdasar yang tidak didukung oleh bukti. Tidak ada bukti yang menunjukkan sebuah persekongkolan antara orang Yahudi dan Kristen untuk melawan Muhamad dengan merubah Kitab Suci. (kita akan membahas hal ini terakhir)

 

Kelima, orang Muslim mengatakan bahwa Muhamad tidak pernah berdosa. Fazlur Rahman menulis,”Seorang nabi adalah pribadi yang secara keseluruhan sifat dan tingkah-lakunya jauh berada di atas manusia rata-rata. Ia adalah seorang yang ab inito tidak setuju dengan idealisme manusia, dan memiliki kehendak untuk menulis kembali sejarah. Pandangan umum Muslim, karenanya mengambil kesimpulan yang benar secara logis bahwa para nabi dipandang bebas dari kesalahan-kesalahan serius (doktrin isma). Muhamad adalah pribadi yang dimaksud, bahkan satu-satunya yang dikenal dalam sejarah.”[4]

 

Rahman mengakui bahwa doktrin “bebas dosa” para nabi terbentuk lama setelah masa Muhamad. Setelah kematian Muhamad, pengikutnya memerlukan bimbingan tambahan yang tidak ditemukan dalam Qur’an. Karena itu dirasakan perlu untuk mencontoh tingkah laku Muhamad. Dengan kata lain, semua keputusan yang dibuat Muhamad semasa hidupnya yang tidak ditulis dalam Qur’an, kini dianggap bebas dari kesalahan. Rahman menambahkan,”Penerima wahyu ilahi tidak dapat diharapkan membuat kekeliruan besar, terutama dalam masalah moral. Karenanya, doktrin teologi hanya menyangkup kekeliruan yang serius dan bukan kekeliruan kecil dalam pertimbangan  seperti halnya teori legal yang spesifik.”[5]

 

Andrae menjabarkan dogma Islam yang menyodorkan Muhamad sebagai bebas dosa. Menurut dogma ini,”ia tidak pernah melakukan dosa secara sengaja, dan kalaupun demikian, mungkin ia memang salah melakukan perbuatan yang bisa dianggap sebagai dosa ringan.”[6]

 

Dogma ini menimbulkan beberapa masalah serius. Pertama, Quran menjabarkan sebuah firman di mana Allah mengampuni dosa Muhammad (Sura 48:1):

 

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).

 

Andrae mengutip Muhamad saat ia berdoa dengan nabi-nabi masa lalu (Sura 3:147):

 

Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."[7]

 

Jika melihat contoh di atas, kita tidak dapat menghindar dari kesimpulan bahwa Muhamad memang berbuat dosa.

 

Lagipula, perbedaan antara dosa serius dengan dosa ringan tampak mencolok dalam beberapa kasus. Tampak perbedaan antara berbohong dan mencuri jika kita bandingkan bardasarkan akibatnya. Tapi keduanya adalah dosa serius. Apa yang kita simpulkan dari kehidupan Muhamad sebagai seorang nabi? Dapatkah kita benarkan dia dari perbuatan merampok? Dapatkah kita anggap perbuatannya terhadap orang Yahudi sebagai dosa ringan? Dapatkah kita anggap pembantaian 600 orang Yahudi sebagai hal sepele? Apakah pembenaran Muhamad terhadap poligami termasuk dosa ringan? Dapatkah kita mengacuhkan kasus-kasus tersebut dengan rasionalisasi bahwa begitulah cara hidup di masa itu? Jika kita berbicara mengenai Tuhan yang Maha Adil dan nabi bebas dosa, dapatkah kita menyatukan kedua konsep ini dalam pribadi Muhamad? Ini adalah masalah serius yang harus dihadapi jika kita ingin menentukan kriteria seorang nabi.

 

Nabi-nabi dalam Perjanjian Lama ikut melibatkan diri dalam masalah etika dan moral. Mencuri, berkhianat, perceraian, perzinahan, dan penyembahan berhala semuanya ditentang oleh para nabi. Ada jurang perbedaan moralitas yang mendalam antara pribadi Sayidina Isa dengan Muhamad. Mengatakan bahwa Muhamad bebas dosa, seperti yang diajukan oleh Rahman menurut dogma Muslim, sama dengan memutar-balik konsep mengenai dosa. Banyak nabi dalam Perjanjian Lama yang mengakui dosa mereka kepada Yahweh, dan mereka diampuni. Yesaya (6:1-7) dan Daud adalah contoh. Sedangkan untuk Muhamad, sepertinya ada peraturan khusus yang membuat setiap perilaku Muhamad benar dan baik, dan tidak satu pun perbuatannya dapat dikatakan sebagai dosa atau menyalahi moral.

 

Keenam, ada dimensi lain yang harus kita cermati. Muhamad seringkali merujuk kepada Kitab Suci dan menyarankan baik orang Yahudi maupun Kristen untuk menuruti apa yang tertulis di dalamnya. Kita telah menunjukkan bagaimana orang Yahudi mempertanyakan pemahaman Muhamad terhadap Perjanjian Lama. Namun bagaimana dengan Perjanjian Baru? Ada beberapa ayat dalam Perjanjian Baru yang sangat cocok dengan Muhamad.

 

Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir.

1Yohanes 2:18

 

Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Sayidina Isa adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa.

1Yohanes 2:22-23

 

Dalam pasal 1 Yohanes pasal 4, nabi palsu dijabarkan sebagai orang yang menyangkal bahwa Bapa telah mengutus Anak untuk menyelamatkan dunia. Bandingkan dengan pernyataan iman berikut:

 

Barang siapa mengaku, bahwa Sayidina Isa adalah Anak Allah, Allah tetap berada di dalam dia dan dia di dalam Allah.

1Yohanes 4:15

 

Yohanes terus mengingatkan kita:

 

Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang Anaknya. Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anaknya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.

1Yohanes 5:10-12

 

Ajaran dalam Perjanjian Baru, yang tidak dipahami Muhamad, menyatakan bahwa ia adalah seorang nabi palsu. Di masa sekarang yang bersifat pluralistik, pandangan ini tentu kurang populer. Kita hidup pada masa di mana semua agama dianggap berasal dari Tuhan, dan semuanya menjamin keselamatan. Tentu saja, pandangan relativisme seperti ini ditentang oleh Islam ortodoks, dan juga oleh Kristen sendiri. Ravi Zacharias berkomentar bahwa mengatakan semua agama adalah palsu lebih masuk akal daripada mengatakan semua agama adalah benar. Kebenaran semua agama dihancurkan oleh kontradiksi antara ajaran yang satu dengan yang lain.

 

Muslim mengatakan bahwa Qur’an berasal dari Tuhan, namun tampaknya bersifat terbatas, mengingat perlunya penambahan-penambahan dari sumber lain. Sebagai contoh, tradisi mengenai Muhamad mencakup semua yang pernah diucapkan, dilakukan, atau disetujui olehnya. Seseorang meminta izin kepada Muhamad untuk naik Haji menggantikan ibunya yang baru saja meninggal. Menurut cerita, Muhamad mengizinkan hal ini sebagai hutang seorang ibu yang harus dilunasi oleh anaknya. Cerita-cerita semacam ini ditemukan di Sunnah, atau kumpulan perbuatan Muhammad.

 

Ada banyak masalah dalam Sunnah. Karena cerita-cerita ini baru dikumpulkan satu setengah abad setelah Muhamad, timbul pertanyaan mengenai mana yang otentik dan mana yang tidak. Dari 600.000 tradisi, Bukhari menyimpulkan bahwa hanya sekitar 2600 yang bisa dianggap otentik, “setelah mempertimbangkan duplikat-duplikat serta laporan-laporan yang meragukan.”[8]

 

Muhamad Ismail al-Bukhari (870) dan Muslim Ibn al-Hajjaj mengumpulkan dua buku dari ‘Enam Buku Tradisi’. Keempat buku lainnya juga dihormati di kalangan Muslim. Kaum Muslim Shiah memiliki pula buku-buku hadits mereka. Cendekia non-Muslim berpendapat bahwa keenam buku tradisi “saling bertentangan, berat sebelah, dan tidak sesuai jaman” serta,”keenam buku tersebut sebagian besar memuat bahan yang dibuat-buat.”[9]

 

Hadits atau tradisi menyediakan bimbingan tambahan apabila dalam Qur’an tidak dapat ditemukan. Sura 33:21 menyatakan:

 

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

 

Ayat ini tidak menunjukkan bahwa kebiasaan Muhamad dalam makan, cuci tangan, mandi, duduk, atau apapun disamakan dengan wahyu ilahi.

 

Ada satu lagi sumber panduan untuk melengkapi Qur’an, yaitu ijma atau konsensus masyarakat. Konsensus ini tidak boleh bertentangan dengan Sunnah dan Qur’an. Konsensus ini diambil dari masyarakat Muslim di masa lalu (bukan dari jaman sekarang) terutama dari generesi Muslim pertama. Ini menunjukkan kuatnya pengaruh tradisi dalam Islam.

 

Adakah yang benar-benar baru dalam Islam? Saat membaca Qur’an tidak ada hal baru kecuali pernyataan bahwa Muhamad adalah utusan Allah. Qur’an memiliki banyak kekeliruan mengenai sejarah. Menurut Qur’an Maria termasuk dalam Trinitas, dan ada kekeliruan mengenai siapa Maria sebenarnya. Beberapa cendekia Muslim mengatakan bahwa,”Qur’an selalu bersesuaian dengan Kitab Suci, bahkan mengenai hal-hal yang disembunyikan dari Muhamad oleh ahli agama.”[10] Pernyataan seperti ini timbul dari teori Muslim bahwa orang Yahudi dan Kristen mengubah Kitab Suci mereka.

 

Kalaupun memang benar Kitab Suci dirubah, pastilah terjadi setelah Muhamad meninggal. Jika ini terjadi sebelum Muhammad, seorang harus mengajukan teori bahwa ada persekongkolan besar-besaran untuk merubahnya sebelum Muhammad lahir. Pada kenyataannya, ada banyak naskah Kitab Suci yang beredar jauh berabad-abad sebelum Muhamad. Salah satu yang tertua adalah Chester Beatty papyri yang memuat Injil, Kisah Para Rasul, dan surat-surat Paulus yang berasal dari tahun 250 sesudah Masehi. Walaupun ada banyak naskah tua sebelum Muhammad, kita harus ingat bahwa banyak naskah yang telah hilang ketika orang Kristen dianiaya dan dipaksa membakar naskah-naskah tersebut. Di lain pihak, orang Muslim harus mengingat bahwa pernah ada sedikitnya empat versi kumpulan Qur’an. “Keempat kumpulan tidak resmi ini dimiliki Abd Allah b. Masud, Abu Musa, Abd Allah al Ashari, dan Mikdad b. Amr.[11] Di masa kekuasaan Kalifah Uthman, satu versi dinyatakan sebagai resmi, sedangkan yang lainnnya dimusnahkan. Apakah yang dipilih memang yang benar?

 

Naskah Kristen terlengkap adalah Codex Vaticanus dan Codex Sinaiticus yang memuat seluruh Perjanjian Lama dan seluruh Perjanjian Baru dan ditulis pada abad keempat. Naskah-naskah serupa kedua codex ini digunakan dalam gereja-gereja dan pembacaan publik sejak jaman maharaja Konstantin. Masih ada naskah-naskah lain, seperti Codex Washington, Codex Alexandrinus, Codex Bezae, Codex Claromontanus, Codex Petropolitanus, Codex Rossanesis, Codex Beratinus, Codex Ephraemi. Kesemuanya telah ada sebelum Muhammad.

 

Selain naskah-naskah dalam bahasa Yunani, ada banyak terjemahan lain sebelum munculnya Islam. Naskah versi Siria, yang disebut Diatessaron, diterjemahkan oleh Tatian sekitar tahun 170 sesudah Masehi. Naskah Siria lain yang lebih tua, disebut Curetonian Syriac dan Sinaitic Syriac, keduanya berasal dari abad kelima. Terjemahan dalam bahasa Latin sangat banyak, yang paling dikenal disebut Vulgate dan diterjemahkan oleh Jerome mulai dari tahun 384 sesudah Masehi.

 

Contoh-contoh di atas berlaku untuk Perjanjian Baru. Kita juga dapat menemukan naskah-naskah dan terjemahan Perjanjian Lama. Saat ini kita memiliki naskah-naskah kuno dari Dead Sea Scrolls serta versi Septuagint Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Bukti-bukti dari naskah-naskah kuno menunjukkan bahwa tidak ada persekongkolan untuk merubah Kitab Suci sebelum Muhamad. Orang Yahudi dan Kristen tidak dapat merubah semua naskah-naskah yang pada masa itu tersebar di seluruh dunia dalam banyak bahasa. Karena Qur’an bersaksi bahwa Kitab Suci yang berada di masa Muhamad adalah otentik dan asli, maka begitu pula naskah-naskah yang telah ada sebelum Muhamad juga otentik dan asli.

 

Ketujuh, ada satu lagi perbedaan besar antara Muhamad dengan nabi-nabi Perjanjian Lama. Beberapa wahyu yang disampaikan Muhamad bersifat menguntungkan dirinya sendiri. Padahal nabi-nabi Perjanjian Lama tidak mencari keuntungan bagi diri mereka. Mereka tidak memperalat orang untuk keuntungan pribadi, kecuali nabi-nabi palsu yang juga ada di Israel pada masa itu. Nabi-nabi palsu selalu mengatakan hal-hal yang menyenangkan hati raja, dan mereka didukung oleh raja. Nabi-nabi sejati justeru mengatakan yang sebenarnya, sehingga menyinggung raja. Tuhan menggunakan mereka untuk memberi peringatan kepada raja sehingga seringkali mereka dijebloskan ke dalam penjara. Para nabi hidup menurut standar yang sangat tinggi dalam perilaku mereka. Di suatu saat Musa kurang menghormati Tuhan sehingga sebagai hukuman ia tidak diperkenankan masuk ke tanah perjanjian. Bentuk pernikahan ideal dalam Perjanjian Lama adalah monogami berdasarkan cerita dalam kitab Kejadian. Tidak ada perintah yang membenarkan poligami. (untuk jelasnya bacalah di http://www.answering-islam.org/Emails/polygamy.htm)

 

Sebaliknya, Muhamad menerima hak-hak khusus terutama dalam soal pernikahan dan seksualitas. Penulis tidak pernah membaca penulis Muslim yang kritis kepada Muhamad dalam hal seks dan perkawinan. Di mata mereka, Muhamad tidak mungkin berbuat salah. Fakta bahwa Muhamad mengawini Aisha ketika umurnya baru 9 tahun (sementara Muhammad 45 tahun lebih tua) tidak membuat orang Muslim merasa terganggu.[12] Pengikut Muhamad hanya boleh memiliki 4 isteri serta budak-budak perempuan untuk keperluan seksual mereka. Sura 4:3 menjelaskan:

 

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

 

Di sisi lain, Muhamad memiliki 9 isteri dan dapat mengawini siapapun yang ia inginkan karena adalah sebuah kehormatan bagi seorang perempuan untuk menjadi isterinya. Satu kasus aneh terjadi ketika Muhamad mengunjungi Zeid ketika ia tidak sedang di rumah. Zainab, isteri Zeid menyambut di depan pintu dengan pakaian rumah. Muhamad terkagum oleh kecantikannya sehingga berucap,”Terpujilah Allah yang merubah hati lelaki!” Zainab mendengar hal ini, kemudian ketika suaminya pulang, Zainab meminta diceraikan agar Muhamad dapat menikahinya. Ini hampir menjadi skandal, namun tiba-tiba turun firman dari Allah kepada Muhamad, Sura 33:37:

 

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

 

Mengomentari turunnya firman ini, Aisha telah berucap,”Sungguh, Allah selekasnya bertindak menuruti kenikmatanmu.” [13]

 

Nabi-nabi Perjanjian Lama tidak membuat ajaran-ajaran baru. Mereka memanggil umatnya untuk kembali dan mematuhi hukum yang diturunkan kepada Musa. Sungguh aneh apabila seorang nabi memiliki hak-hak khusus sementara pengikutnya tidak. Tidak satupun nabi Perjanjian Lama yang memulai agama baru, bahkan Sayidina Isa datang untuk memenuhi nubuat-nubuat Perjanjian Lama. Sayidina Isa memenuhi nubuat-nubuat nabi Yeremia, Yehezkiel, dan Yesaya mengenai Perjanjian Baru sehingga terjadi pergeseran dari agama Yahudi karena mereka menolak pemenuhan nubuat-nubuat tersebut dalam diriSayidina Isa . Dalam Kitab Suci Yahweh menyatakan kuasaNya sejak dari Adam, Nuh, Abraham, para leluhur Israel, para nabi, sampai pada puncaknya ketika Ia sendiri hadir dalam diri Sayidina Isa , Anaknya yang kekal. Ketika Tuhan sendiri telah datang sebagai seorang manusia, ajaran selain dari ini adalah suatu kemunduran, sebuah antiklimaks.

 

__________

Nota-nota Rujukan :

1 Tor Andrae, Mohammed, the man and his faith, New York: Harper Torchbooks, 1960, p. 149.

2 “He has sent down upon thee the Book with the truth, confirming what was before it, and He sent down the Torah and the Gospel. (3:3) And he will teach him the Book, the Wisdom, the Torah, the Gospel. (3:48) Likewise confirming the truth of the Torah that is before me, and to make lawful to you certain things that before were forbidden unto you. I have come to you with a sign from your Lord; so fear you God and obey you me. (3:50) People of the Book! Why do you dispute concerning Abraham? The Torah was not sent down, neither the Gospel but after him. What, have you no reason? (3:65).” Terdapat banyak lagi ayat-ayat yang seumpamanya.

3 Ibid., ms. 155.

4 Fazlur Rahman, Islam, Garden City: Doubleday Anchor Books, 1968, ms. 28.

5 Ibid., p. 77.

6 Andrae, p. 179.

7 Ibid.

8 Corrigan, Denny, Eire, Jaffee, Jews, Christians, Muslims, Upper Saddle River, NJ, 1998, p. 197.

9 Charles Adams, Religion and Man, New York: Harper and Row, 1971, ms. 582.

10 Shaikh Mohammad Aabd Allah Draz, Islam, the Straight Path, Edited by Kenneth Morgan, New York: The Ronald Press, 1958, ms. 55.

11 Abdiyah Akbar Abdul-Haqq, Sharing Your Faith with a Muslim, Minneapolis: Bethany Fellowship, Inc., 1080, ms. 65.

12 Lihat www.answering-islam.org/Shamoun/prepubescent.htm.

13 Andrae, ms. 154.

 

Dengan izin Dallas M. Roark Juli 2005.

 

______________________________________________________________________________________________________________________________________________________

 

 

Index