Anfal Dalam Islam

Diposkan oleh Ali Sina, pada tanggal 29 September 2011

 

Bisakah anda menjelaskan konsep “Anfal” dalam Islam? Ada sebuah sura dalam Quran yang didedikasikan untuk Anfal. Mohon anda menjelaskan definisi dari kata ini.

 

Anfal artinya rampasan perang غنایم. Selama ribuan tahun, suku-suku primitif, saling menyerang dan merampasi harta benda satu sama lain. Semakin kejam sebuah masyarakat, maka bukan hanya harta benda, mereka pun menjarah isteri-isteri dan anak-anak dari kelompok yang kalah. Seringkali wanita-wanita diperkosa dan anak-anak diperbudak atau dijual.

Orang-orang Arab adalah gerombolan masyarakat biadab. Menyerang dan menjarah adalah cara hidup mereka. Empat bulan dalam setahun mereka berhenti berperang, yaitu ketika berperang dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hal yang suci. Inilah yang disebut bulan-bulan suci, الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ. Anda bisa menemukan tentang ini di Quran 9:5.

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.

Ketika Nabi Islam bermigrasi ke Medina, para pengikutnya yang bermigrasi dengannya kebanyakan adalah para budak dan orang-orang muda yang belum terpengaruh. Mereka adalah orang-orang yang sangat miskin. Muhammad meneruskan tradisi orang-orang Arab dan memerintahkan mereka untuk mencuri agar mereka bisa bertahan hidup. Moralitas orang-orang Arab ini sedemikian rendahnya sehingga tak seorang pun yang menentang perintah Nabi Allah untuk merampok dan membunuh. Sebaliknya, mereka bahkan menyebut keberhasilan mereka dalam hal membunuh dan merampok terjadi karena Allah menolong mereka.

Orang-orang primitif mungkin berpikir bahwa hal itu bisa dibenarkan. Anda pun bisa menemukan pemikiran primitif seperti ini pada diri anak-anak. Pada waktu aku berusia sekitar 10 tahun, guru kami di sebuah kota kecil di Iran mengatakan bahwa ia akan membawa kami berenang di kolam renang. Kami sangat senang dan menantikan hal itu. Ketika hari yang dijanjikan tiba, kami membawa celana renang dan handuk dan bersiap-siap untuk menikmati hari yang penuh dengan keceriaan. Ada 2 orang pelajar di kelas kami yang adalah penganut Baha’i dan Yahudi. Guru kami mengatakan bahwa mereka tidak boleh ikut. Ia katakan bahwa mereka itu najis dan karena itu mereka tidak boleh berada di kolam renang yang sama dengan orang-orang Muslim. Aku tak bisa melupakan kekecewaan dan kesedihan di wajah kedua anak kecil itu. Jelas bahwa guru kami telah bertindak sangat tidak adil, tetapi sebagai seorang anak usia sepuluh tahun, aku tak mampu melihat hal ini dengan perspektif yang benar. Aku merasa sedih tetapi aku berpikir bahwa ini adalah kesalahan dan anak-anak kecil itu karena mereka bukan orang Muslim. Pemahamanku mengenai moralitas masih belum cukup berkembang untuk melihat hal-hal secara jelas. Aku menyalahkan si korban.

Dalam sebuah masyarakat dimana setiap orang berpikir seperti anda, anda mendapatkan validasi dari orang lain dan pemikiranmu yang terdistorsi mendapatkan peneguhan. Pemikiran kita harus ditantang agar bisa berkembang. Inilah cara bagaimana evolusi bisa terjadi. Yang lemah mati dan yang paling kuat, bertahan. Ketika organisme-organisme tidak menghadapi tantangan maka ia tidak akan berevolusi. Ada spesis-spesis di muka bumi ini yang belum pernah berevolusi selama ratusan juta tahun. Ini terjadi karena mereka belum pernah menghadapi tantangan. Tak ada kebutuhan bagi mereka untuk berevolusi. Ketika sebuah ide tidak ditantang, maka ia pun tidak akan berkembang. Inilah cerita panjang yang bisa kita temukan dalam Islam.

Ketika Muhammad menyerang karavan-karavan dan desa-desa orang Arab, membantai populasi yang tidak bersenjata dan menjarah harta benda mereka, memperbudak para wanita dan anak-anak mereka, bukan hanya para pengikutnya, tetapi orang-orang Arab pun tidak melihat hal itu sebagai perbuatan yang sangat jahat. Semakin berhasil Muhammad dalam penyerangan-penyerangan (atau ghazwa = serangan dadakan) yang ia lakukan, maka ia pun semakin menjadi populer. Orang-orang yang sebelumnya mencemoohkannya kini bergabung dengannya sebab ia menjadi sangat kuat. Tabari mengatakan, Khalid ibn Walid dan Amro ibn Aas adalah musuh-musuh Islam dan berperang melawan orang-orang Muslim. Mereka berpaling menjadi pemeluk Islam ketika mereka melihat Muhammad meraih kemenangan. Orang-orang Arab melihat bahwa mereka yang berpaling kepada Islam menjadi kaya. Semua yang mereka peroleh berasal dari perampokan. Tetapi ini adalah jenis perampokan yang diridhoi Allah. Dalam cara berpikir orang-orang Arab yang masih primitif, ini adalah sebuah indikasi bahwa Allah ada di belakang Muhammad.

Ketika orang melihat kuda yang kuat dan kuda yang lemah, secara natural mereka akan lebih tertarik pada kuda yang kuat (Osama Bin Laden)

 

Pemahaman orang-orang Muslim mengenai moralitas belumlah berevolusi sejak masa Muhammad. Cara berpikir primitif orang-orang Arab ini yang diyakini sebagai kebenaran, telah tersebar ke seluruh negara-negara Muslim, termasuk ke Iran dan pada orang-orang Muslim yang tinggal di sub-kontinen India yang sebenarnya telah lebih jauh berevolusi dibandingkan dengan orang-orang Arab. Sekarang kita telah menjadi sama seperti mereka – segerombolan orang-orang tidak beradab. Pemahaman kita mengenai keadilan telah hilang dan pemikiran kita menjadi seprimitif orang-orang Arab itu, yang (terimakasih kepada Islam) tidak pernah keluar dari perilaku biadab mereka.

Sejarawan besar Persia Mohammad ibn Jarir Tabari, mengisahkan kejahatan-kejahatan Muhammad secara detil, menggambarkan pengkhianatan, perampokan, pemerkosaan, pembunuhan berencana dan pembunuhan-pembunuhan lainnya yang ia lakukan sehingga para pembacanya merasa ingin muntah. Tetapi orang yang sedemikian ‘terdidik’ seperti ini tetap tidak sanggup melihat bahwa pendiri dari banyak hal-hal yang jahat ini mustahil adalah seorang nabi Allah.

Salah satu orang jenius yang pernah hidup adalah Jalaleddin Rumi. Kendati ia memiliki talenta yang luar biasa, namun ia pun tidak dapat melihat bahwa orang yang ia sebut sebagai nabinya, sesungguhnya adalah seorang kriminal. Ia bahkan mempercayai ajaran-ajaran Muhammad yang tak masuk akal, yang mengatakan bahwa Allah telah merubah orang-orang Yahudi menjadi babi-babi dan monyet-monyet, ketika mereka melanggar hukum Sabat.

Inilah yang diperbuat agama terhadap manusia. Orang-orang yang cerdas mengabaikan inteligensia mereka saat mereka beriman. Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Voltaire, ketika orang mempercayai absurditas, maka mereka dapat melakukan kejahatan yang ekstrim.

Siapapun yang waras bisa memahami bahwa menyerang rumah seseorang, membunuhnya dan merampok harta bendanya adalah tindakan yang salah. Tidak membutuhkan banyak kecerdasan untuk memahami hal ini. Tetapi alangkah mengagumkan bagaimana 1,5 milyar orang-orang Muslim, dan diantara mereka ada banyak orang-orang yang terdidik, tidak sanggup melihat hal itu.

Bahkan Muhammad mempunyai sebuah sura dalam Quran yang menggambarkan bagaimana seharusnya properti hasil curian itu dibagi. Sura Anfal ditulis setelah perang Badr. Sura ini dimulai dengan mengatakan, يَسْأَلُونَكَ عَنْ الْأَنْفَالِ قُلْ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ , ”Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”(Qs Al Anfal 8:1)

Di sini Muhammad menjadikan pencipta jagat raya ini sebagai partner dalam kejahatan yang ia lakukan, dimana seseorang dengan otak yang ukurannya hanya sebesar otak kucing pastilah mengetahui bahwa Tuhan tidak memerlukan harta benda hasil jarahan sekelompok penyamun Arab. Seluruh harta jarahan itu akan menjadi milik Muhammad. Jika demikian, mengapa menajiskan nama Tuhan? Terjemahan sebenarnya dari ayat ini adalah, barang hasil curian adalah untukku dan menjadi kepunyaanku. Muhammad sama sekali tidak mempercayai Tuhan. Ia memanfaatkan Tuhan sebagai alat untuk membodohi orang lain. Jika ia benar-benar mempercayai Tuhan, maka ia tidak akan pernah berani mengkaitkan kebohongan-kebohongan yang sedemikian banyak kepadaNya.

Sebuah artikel berjudul “Jihad: The Forgotten Obligation” (Jihad: Kewajiban Yang Dilupakan), yang bisa dicari lewat mesin pencari Google di sejumlah situs-situs Islam mengatakan: “Penyediaan, Dibawah Bayangan Ujung Tombak: Dikisahkan oleh Ibn Umar (ra) bahwa Nabi (saw) berkata,”Hidupku ada di bawah bayangan ujung tombakku, dan mereka yang tidak mentaati perintah-perintahku akan mengalami kehinaan” (Bukhari, p.408, vol.1). Hal mengenai ujung tombak telah disebutkan dalam hadis ini dan kepada kita telah diinformasikan bahwa kehidupan dan suplai untuk Nabi (saw) terletak pada ujung tombak (Jihad). Inilah alasan mengapa para Muhaditen menyatakan bahwa penghasilan terbaik adalah rampasan perang dan itu dengan jelas dibuktikan melalui hadis ini, bahwa rampasan perang adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk Ummah. Catatan: istilah “penghinaan terhadap orang-orang kafir” dalam hadis, artinya adalah membayar jizya (sebuah pajak ringan yang diwajibkan pada warga negara non-Muslim – kaum dhimmis – yang hidup di negara Islam). (Fath ul Bari, p.116, vol.2)”

Hadis di atas memberikan rangkuman mengenai moralitas orang-orang Muslim. Hadis-hadis ini mengatakan bahwa Muhammad memperoleh penghasilan untuk mensupport hidupnya melalui perampokan. Sebagai hasilnya, para sarjana Muslim dan Muhaditen (para pengumpul hadis) telah menyimpulkan bahwa rampasan perang diijinkan dan penghasilan terbaik adalah yang diperoleh melalui perampokan. Hari ini, orang-orang Muslim meratapi bagaimana kewajiban untuk berjihad telah dilupakan dan bahwa yang benar adalah, mereka seharusnya memperoleh penghasilan untuk mensupport kehidupan mereka melalui penjarahan dan memaksa non-Muslim untuk membayar jizyah.

Seperti inilah cara beroperasinya para Mafia. Kenyataannya, Mafia berhutangbudi atas eksistensinya pada Islam. Orang-orang Muslim menaklukkan Sisilia dan Malta pada tahun 902 dan memerintah pulau itu hingga tahun 1061, ketika mereka diusir tatkala terjadi penaklukan Norman. Maka para gangster lokal pun masuk untuk menggantikan posisi Islam. Mendapatkan uang, sebagai bayaran atas ‘perlindungan’, adalah hal yang pernah dipraktekkan oleh orang-orang Muslim di selatan Italia. Dengan memahami hubungan ini, kita pun dapat memahami bagaimana para Mafia dapat merekonsiliasikan kejahatan mereka dengan religiusitas mereka.

Ironinya adalah bahwa dalam Islam mencuri itu dilarang dan hukuman bagi pencuri adalah dipotong tangannya atas pencurian pertama yang dilakukan dan kemudian mengamputasi bagian tubuh yang lain (misalnya lengan atau kaki) jika masih melakukan pencurian. Tetapi hukuman ini hanya berlaku jika si pencuri mencuri dari seorang Muslim. Jika korbannya adalah seorang non-Muslim, tidak ada hukuman. Pencurian seperti ini diatur dan bahkan dianjurkan.

Dalam penyerangan di Wadi al Qura, yang dilakukan setelah penyerangan Khaibar, sebuah anak panah membunuh salah seorang dari budak Muhammad. Orang-orang Muslim berkumpul di sekelilingnya dan mengucapkan selamat padanya oleh karena sekarang ia telah masuk ke Firdaus. Muhammad berkata, “Tentu saja tidak! Jubahnya bahkan saat ini sedang membakarnya di neraka. Ia telah mencuri jubah yang ia kenakan dari barang jarahan orang-orang Muslim.” Seorang Muslim yang lain ketika mendengar hal ini datang mendekat dan berkata: “Rasul Allah, aku tak punya sepatu dan karena itu mengambil sepasang sandal ini dari orang yang telah aku bunuh.” Muhammad berkata padanya “dua potong sandal dari api akan dipotong untukmu seperti itu.” Kemudian ia menjelaskan bahwa apapun yang diambil sebagai jarahan, harus diletakkan di sebuah wadah yang luas, dan dibagi sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah. Seperlima menjadi milik Allah dan utusannya (untukku dan menjadi kepunyaanku), dan sisanya akan dibagi diantara para penyerang. Orang yang berkuda mendapatkan tiga bagian dan orang yang berjalan kaki mendapatkan satu bagian.

Bisakah anda melihat ironi ini? Kedua orang Muslim ini akan pergi ke neraka sebab mereka mencuri sebuah jubah dan sepasang sandal yang diambil dari hasil jarahan, tetapi jarahan itu sendiri dibenarkan dan merupakan penghasilan yang terbaik. Sura Anfal yang sama berkata, فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلَلًا طَيِّبًا “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q. 8:69). Ayat ini mengindikasikan bahwa barangkali beberapa dari orang Muslim yang mengikuti Muhammad mempunyai masalah dan hati nurani mereka mengganggu mereka. Muhammad memberikan ayat ini sehingga mereka bisa mengatasi pergolakan di hati nurani mereka. Bagaimana seseorang dapat berargumen dengan apa yang telah Allah putuskan? Jika Allah mengatakan bahwa membunuh dan mencuri dari non-Muslim itu adalah hal yang dibenarkan, siapa yang boleh mempertanyakannya?

Seperti inilah caranya bagaimana orang-orang Muslim mengabaikan hati nurani mereka. Sekali satu hal telah diputuskan oleh Allah, maka orang beriman tidak akan lagi memakai hati nurani mereka sebagai pertimbangan. Ia akan mengabaikan hati nuraninya. Allah tahu yang terbaik dan bukanlah urusan manusia untuk mempertanyakan hikmat Allah. Untung saja, kebanyakan agama tidak memiliki banyak ajaran-ajaran yang jahat dalam kaitan dengan orang-orang tidak beriman. Tetapi Islam punya banyak dan sebagai konsekuensinya, orang-orang Muslim melalui ajaran-ajaran itu dijadikan para perampok dan kriminal. Mereka adalah orang-orang yang paling tidak bermoral dan orang-orang yang paling licik di dunia. Saat melakukan kejahatan, tak ada yang bisa menandingi seorang Muslim. Tak ada yang bisa melakukan kejahatan sebanyak yang dilakukan oleh seorang Muslim tanpa mengalami sakit pada hati nuraninya. Semua orang melakukan yang jahat, tetapi seringkali mereka merasa terganggu dengan hal itu dan memohon pengampunan dari Tuhan mereka. Orang-orang Muslim melakukan kejahatan dan kemudian melaksanakan sholat untuk berterimakasih pada Tuhan mereka karena memampukan mereka melakukan kejahatan itu. Mereka bahkan berharap bahwa mereka akan menerima upah setelah melakukan kejahatan. Para kriminal Basij di Iran yang memperkosa gadis-gadis muda sebelum membunuh mereka, diyakinkan bahwa mereka akan menerima upah dari Allah atas kejahatan yang mereka perbuat. Islam benar-benar merubah manusia menjadi para monster.

Islam adalah agama para pencuri. Bukan hanya pencuri, tetapi juga para pedofil, pemerkosa, pembunuh, tiran…yang dalam Islam, bisa menemukan pembenaran atas kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan. Satu-satunya larangan adalah bahwa anda sama sekali tidak diperkenankan mencuri dari gang anda. Setiap organisasi gangster juga mempunyai aturan yang sama. Jika anda adalah seorang anggota Mafia dan mencuri dari godfather anda, maka anda akan berurusan dengan hukuman yang lebih keras dari hukum manapun yang pernah ada. Tetapi tak berarti bahwa para kriminal menentang pencurian. Mereka melakukannya untuk dapat bertahan hidup. Tetapi jika anda adalah seorang anggota dari organisasi kriminal, maka anda sama sekali tidak diijinkan mencuri dari gang anda.

Meskipun Muhammad melarang orang-orang Muslim mencuri dari jarahan perang sebelum ia memperoleh bagiannya sebagai pemimpin, namun ia secara terbuka mencuri dari para pengikutnya. Tepat setelah Khaibar ditaklukkan, Muhammad memberikan perhatiannya kepada Fadak, yang pada waktu itu merupakan tanah paling subur di Arabia. Penduduk Fadak, setelah memperhatikan bahwa mereka tidak akan mampu bertahan dari gerombolan Muhammad, akhirnya memutuskan untuk menyerah.  Mereka mengirim sebuah delegasi kepada Muhammad selagi dia masih ada di Khaibar, memberitahukannya bahwa mereka akan menyerahkan kota mereka sebagai harga untuk nyawa mereka. Muhammad pun setuju. Kemudian ia menawarkan pada mereka untuk tetap tinggal di kota itu sebagai budaknya, dan memberikan kepada Muhammad 50 persen dari apa yang mereka hasilkan. Ia mendeklarasikan Fadak sebagai properti pribadinya karena orang-orang Muslim tidak berperang di situ.

Alasan mengapa orang-orang Yahudi ini menyerah jelas karena pasukannya Muhammad. Tanpa pasukan itu, apakah mereka akan menyerah kepada satu orang? Ia mengambil sebesar 20 % dari setiap jarahan, tanpa berperang secara personal atau menempatkan hidupnya dalam bahaya. Tetapi ia mengambil seluruh kekayaan Fadak dan Bani Nadir untuk dirinya sendiri, karena penduduk kota itu menyerah tanpa melakukan peperangan. Sebenarnya para pengikut Muhammad tidaklah sebodoh seperti yang kita pikirkan, tetapi mereka itu takut untuk mempertanyakannya. Ia melakukan sebagaimana yang ia kehendaki dan tak ada yang berani berdebat dengannya, sebab berdebat dengannya berarti berdebat dengan Allah. Inilah yang pada masa kini menghalangi Muslim dari mempertanyakan Islam.

Setiap orang Iran harus belajar mengenai Fadak. Kota kecil ini memainkan sebuah peran penting atas nasib negara kita. Setelah kematian Muhammad, Fatima, satu-satunya puteri Muhammad yang selamat, mengklaim bahwa Fadak harus menjadi warisannya karena itu adalah properti pribadi ayahnya. Abu Bakr, yang menjadi kalifah yang dipilih oleh setiap orang, termasuk Ali, suami Fatima, mengatakan bahwa Nabi tidak memiliki properti pribadi; dan apapun yang ia miliki harus menjadi milik baitul mal (harta benda publik). Muhammad juga mempunyai beberapa orang isteri, termasuk Aisyah dan Hafsa, puteri-puteri Abu Bakr dan Omar, dan seorang cucu dari puterinya yang lain yaitu Zainab, yang harus juga dimasukkan sebagai pewaris, apabila peroperti itu akan diberikan pada anggota keluarganya. Disinilah, bahkan meskipun Fadak adalah harta pribadi Muhammad, klaim dari Fatima itu tidak diterima. Inilah alasan sehingga terjadi peperangan antara Ali dan kalifah-kalifah lainnya. Ini juga yang menjadi asal muasal terbaginya Islam menjadi kelompok Sunni dan Syiah. Dan kami orang-orang Iran, masih tetap berperang untuk mendapatkannya hingga hari ini. 

Dipetik dari: indonesian.alisina.org