Dilema Islam: “Dare To Know” Haruskah Muslim Mendustakan Akal Sehatnya?

Supresi otak-umat Islam yang tidak diikuti dengan alasan detail-nya jelas akan membuahkan umat yang ignorant, mudah dibodohi, gampang dibakar emosinya, dan rentan logika.Akan ada suatu halangan mental (mental block) yang membuat korbannya tidak bisa melihat kekurangan Islam dan kesalahan nabinya. Muhammad secara licin telah mengintimidasikan para pengikutnya dengan mengatas-namakan Allah untuk setiap persoalan yang berpotensi mengancam jatidirinya. Dan sejarah Islam memang membuktikan betapa Muhammad meraih sukses besar memainkan intimidasi yang bersifat sihir sampai menguasai semua mind-set Muslim sejak abad ke-7 hingga sekarang!

(Sumbangan dari Hamba Tuhan Ex-Muslim)

Sebagai ex-Muslim saya tahu betapa banyaknya ajaran-ajaran Islam yang tidak masuk akal dan konyol – termasuk kontradiksi yang abdsurd – yang harus ditelan oleh setiap Muslim tanpa boleh diragukan sedikitpun. Muhammad yang gesit otaknya namun yang pikiran dan sepak terjangnya sering berubah-ubah itu justru berusaha untuk men-suppresi-kan otak dan hati para pengikutnya untuk tidak boleh “bertanya banyak” atau  “berpikir-kritis” terhadap wahyu-wahyu yang dia peroleh, yang juga sering memusingkan dirinya. Demi bisa lebih mampu mengontrol pikiran dirinya dan para pengikutnya dan agar mereka jangan jadi murtad dari Islam, maka Muhammad sempat berucap atas-nama Allahnya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu …. Sesungguhnya telah ada satu kaum sebelum kamu menanyakan hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka menjadi kafir karenanya”(QS. 5:101)

Memang Muhammad mencoba mengekang pikiran aktif dan akal sehat para pengikutnya terhadap pengajaran dan contoh-perilakunya yang banyak sekali tidak “layak akal”. Ia kewalahan menjawab pelbagai hal yang seharusnya diketahui oleh seorang nabi Allah, khususnya tentang RUH, namun nyatanya dia tak tahu apa-apa sehingga ia harus berkilah bahwa ruh itu adalah urusan Allah saja! (QS.17:85). Kehausan bertanya dari umatnya terus di-supresi sedemikian hingga sampai kepada titik ketakutan yang diistilahkan dengan “DARE TO KNOW”, yaitu takut untuk mengetahui sesuatu yang telah dikenakan TABU keatasnya.

Ya, Muhammad memang tidak bisa memberikan penjelasan yang memuaskan kecuali melakukan dua “gertakan” intimidatif. Satu, dengan membual secara tegas, lantang dan yakin agar bisa menaklukkan atau meyakinkan lawan bicara. Dua, dengan berulang-ulang kali lebih dari 30x—Muhammad menggandengkan dirinya dengan Allah SWT AGAR DITAATI oleh umatnya – dan disertai dengan ancaman bila tidak ditaati -- maka usailah semua perbantahan umat yang bakal timbul. Jadi kita dapat memahami betapa Muhammad tetap akan ditaati sekalipun dia menyodorkan “wahyu-dongengan” yang paling tidak masuk akal.

Maka muncullah dongengan diatas bahwa  di jaman dahulu ada SATU umat Allah yang semuanya menjadi kafir gara-gara bertanya-tanya kritis! Lebih gawat lagi, Muhammad sampai kebablasan menyodorkan dusta telanjang ketika iaberani berkata,

“AKAN ADA MUSLIM yang menganggap zinah, memakai kain sutera, dan meminum alkohol, dan penggunaan instrumen musik sebagai absah ... Allah akan menghancurkan mereka (MUSLIM) pada malam hari dan membiarkan gunung menimpa mereka, dan Ia akan mengubah mereka yang tersisa menjadi MONYET DAN BABI, dan mereka akan SETERUSNYA BEGITU sampai Hari Kiamat” (Shahih Bukhari 7.69.494).

Saya EX-MUSLIM bersaksi bahwa moyang saya dan teman-teman Muslim sejak dulu senantiasa memakai alat musik dan sutera pada perayaan pesta, tapi kok kami tidak pernah dihancurkan Allah, ditimpakan gunung, atau Allah menjadikan kami monyet dan babi-babi? Raja Daud pada penutup kitab Mazmurnya justru menyerukan puji-pujian bagi Tuhan dengan segala alat musik yang ada:

“Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi!
Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang! Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! HaleluYah!”
(Mazmur 150:3-6).

Jadi apa dosanya sutera dan alat musik dimata Allah SWT? Karena Ulama tak bisa memberi saya jawabannya. Maka maaf, saya jadi Ex-Muslim karena tak mau ditipu oleh nabi sendiri. Anda mau?

Supresi otak-umat Islam yang tidak diikuti dengan alasan detail-nya jelas akan membuahkan umat yang ignorant, mudah dibodohi, gampang dibakar emosinya, dan rentan logika. Akan ada suatu halangan mental (mental block) yang membuat korbannya tidak bisa melihat kekurangan Islam dan kesalahan nabinya. Muhammad secara licin telah mengintimidasikan para pengikutnya dengan mengatas-namakan Allah untuk setiap persoalan yang berpotensi mengancam jatidirinya. Dan sejarah Islam memang membuktikan betapa Muhammad meraih sukses besar memainkan intimidasi yang bersifat sihir sampai menguasai semua mind-set Muslim sejak abad ke-7 hingga sekarang!

Pertama-tama, kita ingat akan peristiwa turunnya ayat-ayat setan yang sering disembunyikan kebenarannya. Lihatlah, betapa Muslim disitu telah dibuat tidak memperlihatkan kualitasnya sebagai umat Allah yang awas dan bermartabat, kecuali hanya ikut sesat membeo kepada Muhammad secara buta.

Sirat Ibn Ishaq p. 166:
“Setan… memasukkan kedalam lidahnya (Muhammad) kata-kata:
“Mereka adalah Gharaniq yang dimuliakan yang syafaatnya diperkenan”. Ketika orang-orang Quraisy mendengar hal itu, mereka menjadi sangat gembira atas apa yang dia (Muhammad) katakan tentang dewa-dewa mereka… sementara itu para mukminin merasa bahwa apa yang disampaikan oleh nabi mereka dari Tuhan mereka adalah BENAR adanya, tanpa ada keraguan akan adanya kesalahan atau maksud jahat ataupun keliru, dan pada akhir Surat itu ketika dia bersujud, maka orang-orang Muslim pun menyembah mengikuti Nabinya yang menyembah demi menegaskan apa-apa yang dia sampaikan serta mentaati perintahnya…”

Pembeo-an yang hina ini tidak terbatas pada umat jalanan dipasaran, melainkan sampai-sampai kepada jajaran elitis di kalangan para-sahabat Muhammad sendiri.

Maka selanjutnya, kita juga menyaksikan betapa ciutnya perasaan seorang Umar bin Khatab ra. sampai-sampai ia tidak berani bertanya kritis kepada Muhammad kenapa Muslim diharuskan memuja dan mencium batu Hajar Aswad dalam thawaf Ka’bah. Padahal dia menyiratkan bahwa hatinya sedang bergejolak untuk mengetahui sebab perkaranya, namun dia harus berdiam diri. Dia bahkan telah menumpulkan otaknya dan menutup mulutnya demi memenuhi larangan Muhammad untuk bertanya-kritis. Umar berkata lirih:

“Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi saw menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HSB. 1597 dan Muslim 1270).

Sampai sekarang-pun, tak ada Muslim yang berani bertanya (kecuali beberapa termasuk saya dkk) selain memendamkan misteri sang Batu tersebut sedalam-dalam kehatinya: “Kenapa saya sepertinya harus bersyirik memuja Batu tersebut setiap kali saya berhaji atau ber-umrah? Bukankah Batu tersebut juga yang telah disembah oleh orang-orang Arab jahiliah sebelum Islam?”

Apakah lantaran anda Muslim maka anda terlepas dari kesyirikan yang “non-Muslim jahiliah” lakukan?

DARE TO KNOW – DARE TO DECIDE
Karena penumpulan otak yang harus dijalankan Muslim sejak kecil, maka Muslim selalu jatuh dalam dilemma-gawat ketika harus menjawab isyu-isyu ajaran yang berbenturan dengan kewarasan logik. Salah satunya yang amat perlu diketahui adalah: “Kenapa Hadis Nabi yang bukan wahyu itu harus dijadikan hukum/syariat dan iman Islam yang bisa-bisa melebihi otoritas Quran, yang wahyu?”

Ini sudah jadi isyu dan “dosa-asal” Islam sejak lama, namun tak ada solusi. Muslim umumnya tahu bahwa Muhammad tidak saja tidak mengenal kumpulan Hadis-hadis yang dibuat manusia seperti yang ada sekarang ini, dia malahan telah melarangnya sejak semula demi menjaga agar Quran tidak tercampur atau terbingungkan dengan Hadis. Sebelum wafatnya, beliau sudah memberi perintah khusus agar tidak ada seseorangpun yang menuliskan Hadis Nabi, “Janganlah kalian menulis sesuatupun dariku selain Quran. Barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Quran, maka hendaklah ia menghapusnya”. (HR.Ahmad, Muslim)

Namun sejarah mencatat bahwa Hadis-hadis tetap nekad dimunculkan oleh para pengumpul yang mengutip dari banyak perawi-perawi Muslim setelah seratusan tahun nabinya meninggal. Semua pihak berlomba-lomba ingin mendapatkan pengakuan dan otoritas islamik dengan menunjukkan buah dedikasi dan pengetahuan mereka terhadap apa yang sudah di sunnah kan oleh sang nabi. Konten periwayatan (dan sanad) Hadis bergulir liar sampai kepada dongeng yang paling nonsense, dan/atau saling menabrak sesama hadis, sampai-sampai berkontradiksi dengan Quran sendiri! Dan tatkala ditemukan “Hadis-hadis-emas” yang muluk, tak jarang Muslim malahan lebih memilih dan menjagoi apa kata Hadis ketimbang apa kata Quran, sekalipun keduanya berseberangan!

Contoh klasik yang paling mencolok adalah isyu tentang mukjizat Muhammad. Quran tegas membantah adanya mukjizat Muhammad yang manapun kecuali Quran itulah! Namun Hadis-hadis yang muncul seratusan tahun kemudian semarak dipenuhi dengan pelbagai mukjizat dahsyat Muhammad yang tidak mau kalah dengan mukjizat Yesus! (seperti mukjizat membelah bulan, mendatangkan air wudhu dari jari-jari Muhammad, penyembuhan orang sakit, penggandaan makanan, mengikat setan, dll). Disinilah kita terperangah menyaksikan bahwa disatu pihak Muslim sangat takut menabrak Nabinya, namun demi pride & ego Islam, Muslim secara rame-rame bisa nekad dan berani melupakan peringatan Nabinyadan sekaligus mengorbankan Quran! Sebab utamanya adalah posisi Nabi Terakhir tidak boleh berdiri inferior atau tekor-otoritas dibandingkan dengan para-nabi lainnya, khususnya terhadap kuasa mukjizat Yesus. Harga diri Muslim harus melihat superioritas Nabinya atas segala tandingan yang lainnya. Mereka akan ter-refleks untuk membutakan diri terhadap setiap ujud kekurangan dan kekerdilan Junjungan-nya yang bisa memberi rasa MALU dan AIB yang tidak tertanggungkan. Inilah umat yang hanya dipacu untuk menjadi sang penakluk, tidak diajari dan dicontohi nabinya untuk hidup berendah hati dan menerima penghinaan, sambil mengampuni musuhnya…

Namun disinilah Muslim harus jatuh dan tertimpa malu plus aib sebanyak dua kali! Sebab ketika mereka ber-euforia atas mukjizat Muhammad seperti yang dinyatakan dalam Hadis, maka mereka bukan hanya harus menolak Quran (yang membantahi mukjizat nabi), melainkan juga harus “menghujat” Hadis lain dimana Muhammad justru menampik klaim dirinya yang bermukjizat. Ia berkata:

“Tiada nabi diantara para nabi yang tidak diberi mukjizat agar orang-orang jadi yakin dan percaya, tetapi aku diberikan Wahyu Illahi yang Allah nyatakan padaku.” (Shahih Bukhari 9.92.379).

Pertanyaan kepada Muslim:    
Imam Bukhari bukanlah ulama Islam yang sembarangan. Ia adalah ahli Hadis nomor wahid yang pernah dipunyai dunia Islam. Namun kenapa Bukhari bersama dengan semua Muslim lainnya merasa oke-oke saja dan tidak sedikitpun berkritis tentang kontradiksi mukjizat yang telah ia sendiri catatkan secara shahih? Begitu banyak dan muluk-muluknya mukjizat Nabi yang dicatatkannya dalam Hadis Bukhari, namun ia pula orangnya yang mengosongkan semuanya dalam Hadis Bukhari lainnya? Tidakkah itu merupakan AIB ISLAM yang tidak terkatakan lagi…?

Shalat Quran versus Shalat Hadis
Pelecehan Quran berlanjut dengan isyu-besar yang tak tuntas-tuntasnya tentang shalat-fardhu 5-waktu. Kenapa Muslim mengikuti ketetapan Hadis yang mewajib-kan 5-waktu, dan bukan ketetapan Quran yang ilahi? Bukankah tidak ada satupun ayat Quran yang memunculkan angka lima maupun nama-nama waktu yang spesifik untuk  bershalat, kecuali hanya berunsurkan tiga waktu umum:

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS.17:78)

Ya, Quran aslinya hanya menyebutkan 3-waktu shalat, tanpa menyebutkan nama-nama khusus waktunya, kecuali shalat Subuh danshalat al-Wusta, yaitu shalat tengah hari (lihat QS.2:238), yang KINI malah diubah menjadi shalat Dzuhur, sementara ada pula yang menamakannya shalat Ashar. Lihat simpang siurnya dalam catatan kaki Quran untuk ayat tsb.

Muslim meyakini bahwa wahyu Quran pasti dan harus memenuhi apa yang telah dikatakan Quran tentang dirinya, yaitu:

1.“Quran tersusun rapi dan dijelaskan secara terperinci” (Qs 11:1)

2.dan “tiadalah Kami (Allah) alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab” (Qs 6:38),

3.dan bahkan “tiada yang tersembunyi dilangit dan dibumi melainkan terdapat dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). (Qs 27:75)

Semua surat dan ayat-ayat Allah yang memerintahkan shalat seharusnya sudah tersusun sempurna TANPA RAGU (QS.2:2, 32:2) sejak semula di Lauh Mahfudz. Dan Rukun Islam yang sebegitu penting – ayat shalat yang diwajibkan dalam Quran -- mustahil bisa tidak-rapi, terluput, tersembunyi, dan teralpakan dalam Quran. Namun itulah faktanya bahwa angka-5 harus dicari-carikan dan dicocok-cocokkan lagi oleh umat, sambil melupakan apa yang sudah kekal termaktub dalam Lauh Mahfudz! Bagaimanapun, otoritas mutlak Quran dalam mewajibkan shalat telah direduksikan oleh sumber-sumber yang berasal dari dunia yang tidak dijamin kebenarannya, kesempurnaan maupun kekekalannya!

Pengabaian otoritas al-Quran dan menggantikannya dengan aturan Hadis akhirnya dianggap lumrah untuk alasan-alasan praktis (bukan teologis). Isyu shalat “di-finished secara un-finished” oleh manusia secara trampil kedalam 5-waktu-baku shalat Islamik: Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, Isya! Ini hal yang sungguh tragis!

Disinilah juga Muslim tidak memperhatikan bahwa shalat sebenarnya tidak berasal-usul dari HADIS Nabi, melainkan seharusnya berasal-usul dari Lauhul Mahfuzh yang merujuk kepada sumber-sumber generasi yang lebih awal semisal dari Nabi Ibrahim, Musa, atau Isa Almasih yang sudah mengamalkannya terlebih dahulu (yang tidak pernah dibatalkan Allah). Maka kembali tak ada shalat fardhu 5-waktu yang bisa ditemukan jejaknya di Kitab nabi-nabi sebelumnya, melainkan hanya dimunculkan dari hadirnya Hadis 150-200 tahun kemudian setelah kematian Muhammad!

Alhasil, ada tiga Pertanyaan Besar disini ditujukan kepada setiap Muslim untuk perenungan yang hening:

(1). Adakah Quran menunjukkan indikasi terkecil pun bahwa Muhammad pernah mengamalkan shalat 5-waktu? Adakah shalat dzuhur atau magrib misalnya yang Muhammad tunaikan dalam Quran? Tidakkah itu datangnya hanya dari “dongeng” Hadis-hadis yang bersimpang siur muncul ratusan tahun kemudian dan yang saling mengkafiri? Ingat, umat bisa bersepakat dalam kesalahan! Ingat, demi menolak aib, demi pride dan ego umat, maka keatas diri Muhammad SUDAH disandangkan Hadis-hadis tentang kuasa mukjizat yang fiktif, demi menandingi mukjizat Yesus!

Namun Allah mengingatkan Muhammad,

"Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang DIWAHYUKAN dari Tuhanku kepadaku” (QS.7:203).

“Al-Quran bukanlah HADIS yang diada-adakan, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu” (QS.12:111).

(2). Pertanyaan besar dari Allah sendiri:

“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab sedang dia dibacakan kepada mereka?” (QS.29:51)

(3). Siapakah Pengajar Shalat yang paling otentik: Allah atau Jibril?
Muhammad mengklaim bahwa ia diajari oleh Jibril. Namun Isa Almasih diajari langsung oleh Allah sendiri!(QS.3:48):

“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil”.

Jadi siapa yang lebih harus anda percayai? Shalat Jibril ke Muhammad, atau shalat Allah ke Isa-Al-Masih? Dan dalam Alkitab, Injil dan sejarah Israel yang manapun, tidak pernah ditemukan bahwa Yesus mengajarkan atau mempraktekkan shalat wajib 5-waktu, dengan wudhu dan kiblat. Dia sebaliknya malahan memproklamir-kan saatnya yang baru untuk memulai “kiblat-universal” dengan berkata:

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran…
Tuhan itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya
dalam roh dan kebenaran” (Yohanes 4:20-23). 

Ya, Yesus tidak mengajarkan shalat dan penyembahan yang terikat dalam legalitas gerakan fisik, ruang, waktu, kiblat dan wudhu dsb. Ia mengajarkan murid-murid-Nya untuk berdoa dalam roh dan kebenaran; bukan seperti orang munafik yang mempamer-pamerkan doanya, atau doa berulang-ulang bertele-tele.

Alasannya?

O ya, Yesus menjawabnya sendiri, “sebab Tuhan sudah mengetahui apa yang kamu perlukan sebelum kamu minta kepadaNya” (Matius 6:5ff).

Sebaliknya Yesus memperkenalkan “DOA BAPA KAMI”, yaitu doa lurus-- jalan dan jalur lurus dan langsung dengan memanggil nama Tuhan Elohim sebagai BAPA SORGAWI, sbb:

“Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan
kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.” (Matius 6:9-13).

So our dear Muslim friends! Do you dare to know? Dare to decide? NOW?

Kami doakan…